Ibnu Avena Matondang cenderung seperti anak muda kebanyakan. Rambut gondrong, bercelana jins, dan kaos oblong menjadi tampilan lelaki berusia 26 tahun itu sehari-hari. Namun, dibalik penampilan cueknya itu, ternyata Ibnu telah membawa Sumatera Utara ke pentas dunia melalui film dokumenter.
Ya, tampaknya ketika usia dijadikan pembenaran oleh generasi muda kebanyakan untuk tidak berbuat, Ibnu memilih arah yang berlawanan. Meskipun jalan tertatih menjadi konsekuensi yang harus diterima, Ibnu tidak menyerah. Setelah dua tahap ujian, dipastikan dunia akan berdecak kagum mengetahui keberagaman yang ada di Sumut dan Kota Medan.
Pasalnya saat ini pria berambut gondrong ini tengah menjalani seleksi sebagai kontestan pada Astra Film Festival 2011 yang dilaksanakan di Roma. Film dokumenter buatannya berjudul ‘Light of Life’ sudah dinyatakan lulus di dua tahap seleksi sebelumnya yaitu uji konten dan materi pendukung. Adapun dua tahapan yang harus dilalui yaitu uji konten video dan tahap premier.
“Di film itu saya mengangkat satu ritual yang terdapat pada masyarakat etnis Tamil yang disebut Maha Puja Thaipusam. Sebuah ritual simbol dari kebaikan melawan kejahatan. Ritual ini bisa ditemui hanya di tiga negara yaitu India sebagai asal, Malaysia, dan Sumatera Utara untuk Indonesia,” jelas Ibnu yang ditemui di salah satu tongkrongan remaja di seputaran Jalan dr Mansur Medan, Rabu (27/4).
Dengan menggabung beberapa kebudayaan yaitu Reog Ponorogo dan Barongsai dalam satu film, alumni Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Sumatera Utara (USU) ini berharap karyanya mengulang kesuksesan sebelumnya yaitu premier, pemutaran disertai presentasi di hadapan tim juri dan audiens. Apalagi dalam film tersebut terselip makna bagaimana kesadaran pribadi sudah tumbuh terhadap satu kebudayaan.
Ya, tampaknya ketika usia dijadikan pembenaran oleh generasi muda kebanyakan untuk tidak berbuat, Ibnu memilih arah yang berlawanan. Meskipun jalan tertatih menjadi konsekuensi yang harus diterima, Ibnu tidak menyerah. Setelah dua tahap ujian, dipastikan dunia akan berdecak kagum mengetahui keberagaman yang ada di Sumut dan Kota Medan.
Pasalnya saat ini pria berambut gondrong ini tengah menjalani seleksi sebagai kontestan pada Astra Film Festival 2011 yang dilaksanakan di Roma. Film dokumenter buatannya berjudul ‘Light of Life’ sudah dinyatakan lulus di dua tahap seleksi sebelumnya yaitu uji konten dan materi pendukung. Adapun dua tahapan yang harus dilalui yaitu uji konten video dan tahap premier.
“Di film itu saya mengangkat satu ritual yang terdapat pada masyarakat etnis Tamil yang disebut Maha Puja Thaipusam. Sebuah ritual simbol dari kebaikan melawan kejahatan. Ritual ini bisa ditemui hanya di tiga negara yaitu India sebagai asal, Malaysia, dan Sumatera Utara untuk Indonesia,” jelas Ibnu yang ditemui di salah satu tongkrongan remaja di seputaran Jalan dr Mansur Medan, Rabu (27/4).
Dengan menggabung beberapa kebudayaan yaitu Reog Ponorogo dan Barongsai dalam satu film, alumni Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Sumatera Utara (USU) ini berharap karyanya mengulang kesuksesan sebelumnya yaitu premier, pemutaran disertai presentasi di hadapan tim juri dan audiens. Apalagi dalam film tersebut terselip makna bagaimana kesadaran pribadi sudah tumbuh terhadap satu kebudayaan.